Listrik dari Buah Belimbing, Mungkinkah?
KOMPAS.com — Sunarto (40), warga Desa Nguntoronadi, Kecamatan Nguntoronadi, Kabupaten Magetan, Jawa Timur, mampu menciptakan tenaga listrik dari bahan dasar larutan air belimbing wuluh.
Belimbing wuluh yang tumbuh subur di pekarangan rumahnya ia sulap menjadi zat pengurai yang mampu menghasilkan tenaga listrik alternatif di tengah keluhan warga atas naiknya tarif dasar listrik (TDL) sejak awal Juli lalu.
"Pengembangan tenaga listrik dari larutan belimbing wuluh ini berawal dari rasa prihatin atas tarif dasar listrik yang terus naik. Apalagi, masih banyak warga Indonesia di daerah pedalaman yang belum tersentuh listrik,” ujar pencipta energi listrik dari belimbing wuluh, Sunarto, Selasa (13/7/2010).
Dia menjelaskan, untuk menciptakan energi listrik tersebut, awalnya belimbing yang biasa digunakan sebagai sayuran ini dihaluskan untuk diambil airnya.
Selanjutnya, dengan menggunakan media tanah yang ditaruh dalam gelas bekas air mineral, air belimbing ini disuntikkan secukupnya.
Selanjutnya, masing-masing gelas berisi tanah bercampur sari air belimbing ini dihubungkan dengan rangkaian kawat lempengan tembaga dan seng guna mengalirkan arus listrik.
Hasilnya, energi listrik pun tercipta dengan tegangan yang lumayan, yakni hingga mencapai 5 Volt, cukup untuk menghidupkan lampu penerangan. Tegangan yang dihasilkan ini juga lebih besar dari tegangan satu buah batu baterai.
Menurut dia, energi listrik ini tercipta karena belimbing wuluh memiliki tingkat keasaman tinggi hingga dapat mengantarkan ion dan elektron yang ada pada lempengan tembaga dan seng sehingga terciptalah arus listrik.
Rata-rata, 10 butir belimbing wuluh mampu menciptakan tegangan listrik hingga mencapai 2,5 volt atau setara dengan satu buah baterai kering. Bahkan, berdasarkan pengalamannya, energi listrik dari belimbing sayur ini dapat bertahan hingga satu bulan.
Sunarto yang juga guru elektronik di salah satu SMA di Bendo, Magetan, ini berharap temuannya ini dapat terus dikembangkan untuk berbagai kebutuhan rumah tangga. Di antaranya untuk menghidupkan radio, jam dinding, hingga lampu penerangan bagi daerah pedesaan yang belum tersentuh listrik.
Hingga kini, Sunarto masih terus mengembangkan hasil temuannya. Ia ingin nantinya, setelah berkembang, energi listrik alternatif temuannya dapat dikemas dalam bentuk produk energi yang praktis layaknya baterai.
Dengan demikian, temuannya itu dapat dikembangkan sebagai salah satu energi alternatif di tengah tarif listrik yang dampaknya kian terasa berat bagi rakyat kecil.
Belimbing wuluh yang tumbuh subur di pekarangan rumahnya ia sulap menjadi zat pengurai yang mampu menghasilkan tenaga listrik alternatif di tengah keluhan warga atas naiknya tarif dasar listrik (TDL) sejak awal Juli lalu.
"Pengembangan tenaga listrik dari larutan belimbing wuluh ini berawal dari rasa prihatin atas tarif dasar listrik yang terus naik. Apalagi, masih banyak warga Indonesia di daerah pedalaman yang belum tersentuh listrik,” ujar pencipta energi listrik dari belimbing wuluh, Sunarto, Selasa (13/7/2010).
Dia menjelaskan, untuk menciptakan energi listrik tersebut, awalnya belimbing yang biasa digunakan sebagai sayuran ini dihaluskan untuk diambil airnya.
Selanjutnya, dengan menggunakan media tanah yang ditaruh dalam gelas bekas air mineral, air belimbing ini disuntikkan secukupnya.
Selanjutnya, masing-masing gelas berisi tanah bercampur sari air belimbing ini dihubungkan dengan rangkaian kawat lempengan tembaga dan seng guna mengalirkan arus listrik.
Hasilnya, energi listrik pun tercipta dengan tegangan yang lumayan, yakni hingga mencapai 5 Volt, cukup untuk menghidupkan lampu penerangan. Tegangan yang dihasilkan ini juga lebih besar dari tegangan satu buah batu baterai.
Menurut dia, energi listrik ini tercipta karena belimbing wuluh memiliki tingkat keasaman tinggi hingga dapat mengantarkan ion dan elektron yang ada pada lempengan tembaga dan seng sehingga terciptalah arus listrik.
Rata-rata, 10 butir belimbing wuluh mampu menciptakan tegangan listrik hingga mencapai 2,5 volt atau setara dengan satu buah baterai kering. Bahkan, berdasarkan pengalamannya, energi listrik dari belimbing sayur ini dapat bertahan hingga satu bulan.
Sunarto yang juga guru elektronik di salah satu SMA di Bendo, Magetan, ini berharap temuannya ini dapat terus dikembangkan untuk berbagai kebutuhan rumah tangga. Di antaranya untuk menghidupkan radio, jam dinding, hingga lampu penerangan bagi daerah pedesaan yang belum tersentuh listrik.
Hingga kini, Sunarto masih terus mengembangkan hasil temuannya. Ia ingin nantinya, setelah berkembang, energi listrik alternatif temuannya dapat dikemas dalam bentuk produk energi yang praktis layaknya baterai.
Dengan demikian, temuannya itu dapat dikembangkan sebagai salah satu energi alternatif di tengah tarif listrik yang dampaknya kian terasa berat bagi rakyat kecil.
You can leave a response, or trackback from your own site.