Banjir Video Porno Bikin ABG Candu Seks

INILAH.COM,Banjir Video Porno Bikin ABG Candu Seks Belakangan ini pemberitaan video porno baik di media cetak dan elektronik kian marak. Namun, dibalik maraknya video tersebut ternyata menimpan bom waktu, yakni bakal bikin para remaja ketagihan yang berujung melakukan hal yang sama.

Profesi Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa khususnya untuk Anak dan Remaja yang dipayungi oleh Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI) merasa perlu untuk berkontribusi terutama untuk memberikan informasi dan edukasi agar mampu untuk mengenali dampak negatif dan melakukan pencegahan dari dampak negatif tersebut.

Diungkapnya, anak-anak mudah meniru beragam aktivitas perilaku dewasa yang tidak sesuai untuk usianya. Dalam hal ini aktivitas seksual yang diperankan dalam tayangan media. Kondisi akan lebih mendukung ke arah dampak negatif, ketika pelaku dari stimulus itu adalah tokoh penting dalam kehidupannya, termasuk 'idola'. Anak akan cenderung lebih memperhatikan dan meniru perilaku para 'idola'-nya tersebut sebagai role model.

Kelompok usia remaja (11-18 tahun) memiliki karakteristik sangat mudah terstimulasi dan memiliki rasa penasaran yang tinggi terhadap segala sesuatu terlebih pada obyek yang baru, sedang trend (in) termasuk berita yang

sedang ramai di masyarakat.

Rasa ingin tahu yang besar mendorong mereka untuk berupaya sungguh mendapatkan kebutuhan informasi tersebut. Di samping itu, hal lain yang perlu diperhatikan pada kelompok remaja adanya fluktuasi hormonal tubuh dan perubahan tubuh yang memang terjadi secara normal.

Dalam hubungan dengan objek pornografi, kondisi pertumbuhan dan perkembangan ini mendorong untuk mencari dan terus mengakses tayangan tersebut secara berulang-ulang karena berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan. Kondisi tersebut lebih jauh dapat menuju pada satu kecenderungan akan perilaku adiksi (ketagihan atau kecanduan) akan tayangan yang mengandung unsur pornografi semacam itu.

Sebuah penelitian menemukan hubungan antara banyaknya aktivitas menyaksikan tayangan pornografi dengan ketidakseimbangan zat kimia otak yang berfungsi sebagai kontrol terhadap perilaku adiksi (ketagihan dan kecanduan).

Memperhatikan uraian terbut, maka jelaslah bahwa kelompok anak dan remaja perlu menjadi target usia yang paling krusial untuk diperhatikan untuk mencegah suatu 'perilaku meniru' atau dampak negatif lainnya yang dapat saja terjadi pasca peredaran tayangan pornografi.

Dampak negatif lain yaitu perilaku seks bebas (free sex) yang juga memiliki risiko lain (penularan penyakit seksual, kehamilan di usia remaja), melakukan tindakan pelecehan seksual, dan sexual abuse – kekerasan seksual (termasuk tindak pemerkosaan).

Sekali lagi, rasa ingin tahu, meniru, dan mudah terstimulasi adalah ciri kelompok remaja yang penting untuk perkembangan diri dan proses adaptasi. Tidak ada yang salah dalam hal ini. Perubahan fungsi biologis yang terutama terkait dengan organ seksual memang secara normal terjadi untuk mendorong pertumbuhan fisiknya.

Di sisi lain, kelompok remaja dengan segala dinamika dan egoisme yang kuat kadang menjadi sangat rentan terhadap dampak buruk akibat kurangnya filter terhadap stimulus yang datang.

Kebutuhan untuk terus membentuk identitas diri, mendapat pengakuan, dan berperan dalam lingkungan, menimbulkan kebutuhan untuk terus mencari 'role model'. Kerentanan dan kebutuhan kiranya penting untuk dipahami dan direspons secara bijaksana.

Membangun kontrol sosial dan menciptakan sebanyak mungkin 'role model' yang baik melalui aktivitas positif dan pendampingan mendesak untuk diupayakan. Upaya ini merupakan tanggung jawab bersama. (Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI). [tribunnews.com/jib]
You can leave a response, or trackback from your own site.